
Jumlah petani di Jawa Barat lebih kurang 10 juta orang dengan kepemilikan lahan rata-rata hanya sekitar 0,25 hektar. Pendapatan dari lahan seluas itu sangat tidak memadai sehingga banyak petani yang juga menjadi tukang ojek, kuli bangunan, atau hansip.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Oo Sutisna di Bandung, Selasa (18/1/2011), mengatakan, pendapatan rata-rata petani dengan lahan seluas itu hanya sekitar Rp 2.000 per hari. Karena itu, mereka menjalani profesi lain untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
"Pendapatan profesi lain justru lebih tinggi. Tukang ojek, misalnya, mendapatkan sekitar Rp 15.000-Rp 20.000 per hari. Apalagi, iklim belakangan ini semakin merisaukan. Hujan terus sehingga komoditas pertanian mudah busuk. Pendapatan petani juga kian tak menentu," katanya.
Kondisi petani lebih memprihatinkan dengan sistem pembayaran mundur hingga satu bulan setelah pedagang menjual komoditas mereka. Karena itu, diperlukan suatu sistem untuk mengatasi minimnya pendapatan petani. "Biasanya, pemerintah daerah hanya rapat sendiri," katanya.
Terkait pendapatan, lanjut Oo, daya beli petani kian turun dengan nilai komoditas yang terus melemah terhadap barang-barang lain. Saat ini, harga beras sekitar Rp 7.000 per kilogram, misalnya, belum cukup untuk membeli rokok kretek biasa yang harganya sekitar Rp 8.000 per bungkus.
"Pada dasawarsa 1980 petani bisa membeli dua bungkus rokok yang nilainya sama dengan satu kilogram beras," katanya.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Oo Sutisna di Bandung, Selasa (18/1/2011), mengatakan, pendapatan rata-rata petani dengan lahan seluas itu hanya sekitar Rp 2.000 per hari. Karena itu, mereka menjalani profesi lain untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
"Pendapatan profesi lain justru lebih tinggi. Tukang ojek, misalnya, mendapatkan sekitar Rp 15.000-Rp 20.000 per hari. Apalagi, iklim belakangan ini semakin merisaukan. Hujan terus sehingga komoditas pertanian mudah busuk. Pendapatan petani juga kian tak menentu," katanya.
Kondisi petani lebih memprihatinkan dengan sistem pembayaran mundur hingga satu bulan setelah pedagang menjual komoditas mereka. Karena itu, diperlukan suatu sistem untuk mengatasi minimnya pendapatan petani. "Biasanya, pemerintah daerah hanya rapat sendiri," katanya.
Terkait pendapatan, lanjut Oo, daya beli petani kian turun dengan nilai komoditas yang terus melemah terhadap barang-barang lain. Saat ini, harga beras sekitar Rp 7.000 per kilogram, misalnya, belum cukup untuk membeli rokok kretek biasa yang harganya sekitar Rp 8.000 per bungkus.
"Pada dasawarsa 1980 petani bisa membeli dua bungkus rokok yang nilainya sama dengan satu kilogram beras," katanya.
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar